RINCIAN
SEBAB MEMBATALKAN PUASA
Berpuasa secara utuh,
adalah puasa yang meliputi dari dua unsur yaitu unsur jasmaniyah dan unsur
rohaniyah. Ini diselaraskan dengan kejadian manusia yang terdiri dari unsur
tersebut. Tepatlah, kalau Nabi SAW dalam haditsnya, riwayat dari Abu Ubaidah,
menegaskan bahwa:
“Bukanlah puasa itu
(sekedar menahan) dari makan dan minum saja (tapi) sesungguhnya puasa itu
(menahan) diri dari perkataan yang sia-sia dan cacimaki.” (HR. At-Thabarani)
Berdasarkan hadits ini
maka penulis mengambil kesimpulan bahwa yang dapat membatalkan puasa itu ada
dua unsur, yakni unsur jasmani (lahiriyah) dan unsur rohani (batiniyah).
Di samping itu, dasar
pembagian ini pada garis besarnya diambil dari pengertian hadits Abu Hurairah,
Nabi SAW bersabda:
“Barang siapa yang tidak
meninggalkan perkataan keji dan melakukan kejahatan, maka tidak ada hajat
(tidak menerima) Allah akan puasanya, sekalipun ia telah meninggalkan makan dan
minum.” ((HR. Bukhari).
1.
Perbuatan-perbuatan yang membatalkan
puasa secara lahiriyah (langsung).
Maksudnya,
dengan perbuatan itu, maka batal (rusak) puasa seseorang, baik yang menyangkut puasa
itu sendiri, maupun nilai pahalanya. Ini secara rinci meliputi:
a. Berniat
berbuka puasa
b. Makan
dan minum dengan sengaja
c. Wanita
haid, nifas dan wiladah (malahirkan)
d. Keluar
sperma (mani) di siang hari.
e. Mengadakan
hubungan seksual (jima’) di siang hari.
f. Muntah
dengan sengaja
g. Memasukkan
sesuatu benda (dengan sengaja) ke dalam salah satu rongga badan, seperti mulut,
lobang hidung, lobang kuping, dubur dan kubul.
2.
Perbuatan-perbuatan membatalkan (merusak)
puasa secara batiniyah (tidak langsung)
a. Menurut
para ulama Jumhur, orang yang berpuasa tapi masih berbuat maksiat, dosa dan
lain sebagainya, maka puasanya sah, tapi nilai pahala puasaya rusak. Ketentuan
ini meninjau dari segi lahiriah saja yang membatalkan puasa secara total,
tetapi dari segi perbuatan batiniyah tidak mempengaruhi keabsahan puasa.
b. Menurut
para ulama salaf, orang yang melakukan maksiat, dosa dan lain sebagainya, maka
puasanya dianggap batal, walaupun dia tidak makan, minum, campur dengan istri
di siang hari dan lain sebagainya. Alasan mereka; apabila pahalanya ditolak
tidak diterima oleh Allah Swt, berarti amalannya tidak sah. Maka puasanya
dianggap tidak batal dan wajib membayar di lain waktu. Tapi dengan catatan,
apabila perbuatan keji itu dilakukan secara sengaja.
Karena nilai pusa itu
tidak hanya sekedar menahan pisik saja, tetapi ketahan untuk mengendalikan hawa
nafsu peru diperhitunngan juga. Sehingga dengan demikian, nilai puasa tersebut
dapat dikelompokkan menjadi tiga macam:
a.
Puasa ‘awwam (Umum). Dalam pelaksanaannya,
mereka yang berpuasa hanya sekedar mampu menahan makan. Minum, dan campur
dengan istrinya pada siang hari. Titik beratnyna mereka berusaha memelihara
kesempurnaan lahiriayahnya saja, sedangkan batiniyahnya, tidak mereka perhitungkan
Oleh karena itu pada umunya puasa seperti ini bisa dikerjakan oleh siapa saja.
b.
Puasa Khauwas (khusus). Dalam
pelaksanaannya, mereka yang berpuasa tidak sekedar mampu menahan diri dari
hal-hal yang membatalkan puasa secara lahiriyah, tapi mereka telah mampu
memelihara panca indera dari perbuatan maksiat, dengan cara:
1) Menjaga
pandangan dari mata dari segala yang haram maupun makruh.
2) Memelihara
ucapan lidah dari kata-kata yang kotor, dusta, bohong, gosip dan lain sebagainya.
3) Memelihara
kuping dari mendengar ucapan bohong, kotor, porno, dan seterusnya.
4) Waktu
berbuka, makan dan minum yang wajar, tidak terlalu berlebih-lebihan.
5) Berusaha
mengendalikan seuruh anggota tubuh dari perbuatan-perbuatan dosa.
c.
Puasa khauwasul khauwas (khusulil
khusus). Dalam pelaksanaanya, daya kemampuan puasa mereka lebih tinggi dari nilai yang diperoleh pada peringkat
pertama dan kedua, yaitu mereka lebih mampu memeihara hatinya untuk memeikirkan
hal-hal yang berhubungan dengan urusan dunia selama mereka berpuasa. Pikiran
dan hati mereka tidak pernah lupa untuk berzikir kepada Allah Swt diman saja
mereka berada.
Oleh karena itu,
peringkat puasa yang ketiga ini hanya mampu dikerjakan oleh mereka yang
mempunyai nilai iman yang sangat tinggi mutunya (istimewa), karena mampu
menahan nafsu perut dan syahwat, berhasi mengendalikan seluruh panca indera
dari perbuatan maksiat dan akhirnya mereka mampu pula memusatkan konsentrasi
mereka secara utuh untuk zikrullah.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar