ASSALAMU'ALAIKUM WAROHMATULLAHI WABAROKAATUH ...

Daftar Isi My Blog

30.6.13

DOA PERNIKAHAN ISLAMI

DOA PERNIKAHAN UNTUK KEDUA MEMPELAI


Baarakallaahu laka, wa baaraka 'alaika, wa jama'a baynakumaa fii khair

"Semoga Allah memberikan berkah kepadamu, semoga Allah mencurahkan keberkahan kepadamu. Dan semoga Allah mempersatukan kalian berdua dalam kebaikan."

Derajat hadits doa nikah ini adalah Hasan Shahih, diriwayatkan dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallamsenantiasa mendoakan orang yang melangsungkan pernikahan dengan mengucapkan "Baarakallaahu laka, wa baaraka 'alaika, wa jama'a baynakumaa fii khair." (HR Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah

Coba kita lihat terjemahan versi lain yang insya Allah lebih memperjelas kita dan lebih meyakinkan kita:

Terjemahan pertama:

“Semoga Allah memberikan berkah (yang bermanfaat) untukmu, semoga Dia (juga) memberikan berkah (yang turun) atasmu, dan semoga Dia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.

Terjemahan kedua:

“Semoga Allah memberkahimu (dalam urusan duniamu), semoga Dia (juga) memberkahimu (dalam urusan akhiratmu), dan semoga Dia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.

Terjemahan ketiga:

“Semoga Allah memberkahimu (di saat rumah tanggamu harmonis), semoga Dia (tetap) memberkahimu (di saat rumah tanggamu lagi renggang), dan semoga Dia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.

Terjemahan keempat:

“Semoga Alloh memberkahi (istrimu) untukmu, semoga Alloh menurunkan berkah atasmu (dalam menafkahinya dan memudahkan rizkinya), dan semoga Alloh mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.

Terjemahan kelima:

“Semoga Alloh memberkahi dirimu (dalam pernikahan ini), semoga Alloh juga memberikan berkah atas (anak dan keturunan)-mu, dan semoga Alloh mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.

Terjemahan keenam

“Semoga Alloh memberikan berkah pada (hak)-mu (dari pernikahan ini), semoga Alloh juga memberikan berkah atas (kewajiban)-mu (karena pernikahan ini), dan semoga  Alloh mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.

Lho… yang bener aja! kok bisa, doanya satu kok maknanya beda-beda gitu?!… Dari mana datangnya kata-kata yang ada dalam kurung-kurung itu?!… Wah, dari awal tulisan sudah banyak nanya, e… di tengah tulisan malah semakin banyak pertanyaan… Ga pa2 lah, pertanyaan yang penting kan pintunya ilmu… dan InsyaAlloh ini termasuk pertanyaan-pertanyaan penting…

Jawaban:

Untuk terjemahan pertama, yang berbunyi:

“Semoga Allah memberikan berkah (yang bermanfaat) untukmu, semoga Dia (juga) memberikan berkah (yang turun) atasmu, dan semoga Dia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.

Kita bisa merujuknya ke perkataan As-Sindy ketika men-syarah hadits diatas, ia mengatakan:

الْبَرَكَة لِكَوْنِهَا نَافِعَة تَتَعَدَّى بِاللَّامِ وَلِكَوْنِهَا نَازِلَة مِنْ السَّمَاء تَتَعَدَّى بِعَلَى فَجَاءَتْ فِي الْحَدِيث بِالْوَجْهَيْنِ لِلتَّأْكِيدِ وَالتَّفَنُّن وَالدُّعَاء مَحَلّ لِلتَّأْكِيدِ وَاَللَّه تَعَالَى اِعْلَمْ

“Berkah itu, karena bermanfaat (untuk hamba) maka dipakailah preposisi “Laam”, dan karena berkah (juga) turunnya dari langit, maka dipakailah preposisi “Alaa”. Oleh karenanya dalam hadits ini dipakai dua-duanya untuk lebih memperkuat makna, dan lebih memvariasikan kata. (Yang demikian itu), karena doa itu momen (yang tepat) untuk memperkuat (makna), wallohu a’lam”. (lihat di syarah As-Sindi untuk Sunan Ibnu Majah, hadits no: 1895, lihat juga di Mirqotul Mafatih 8/377)

Untuk terjemahan kedua, yang berbunyi:

“Semoga Allah memberkahimu (dalam urusan duniamu), semoga Dia (juga) memberkahimu (dalam urusan akhiratmu), dan semoga Dia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.

Mengapa kita mengkhususkan preposisi “Laam” untuk urusan dunia, sedang preposisi “Alaa” untuk urusan akhirat, adakah penjelasan yang mendukungnya?

Terjemahan ini didasarkan pada adanya beberapa nash yang menghubungkan manfaat duniawi dengan preposisi “Laam”, di sisi lain ada beberapa nash yang menghubungkan urusan akherat dengan preposisi “Alaa”, dari sinilah muncul pemaknaan kedua ini, dan diantara nash yang dijadikan sandaran adalah:

Sabda Nabi -shollallohu alaihi wasallam-:

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا

Dua pelaku teransaksi itu masih dalam khiyar selama belum pisah, lalu jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya diberkahi dalam transaksinya. (HR. Bukhori:1937 dan Muslim: 2825).

Begitu pula sabda beliau berikut ini:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي صَاعِنَا وَفِي مُدِّنَا

“Ya Alloh, berikanlah berkah pada (takaran) sho’ dan (takaran) mud kami” (HR. Bukhori: 1756, dan Muslim: 2339).

Jelas manfaat yang ada dalam dua hadits di atas, adalah manfaat duniawi, dan di situ dipakai preposisi “Laam”.

Di lain sisi, untuk manfaat yang berhubungan dengan akhirat, dipakai preposisi “Alaa”, misalnya berkah atas kenabian:

Firman Alloh ta’ala:

وَبارَكْناَ عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاق

Dan kami berikan keberkahan atasnya (yakni Nabi Ibrohim), juga atas Nabi Ishak. (as-Shoffat: 113)

Sabda Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dalam tahiyat akhir:

وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّد

Berikanlah keberkahan atas Muhammad dan keluarganya.

Untuk terjemahan ketiga, yang berbunyi:

“Semoga Allah memberkahimu (di saat rumah tanggamu harmonis), semoga Dia (tetap) memberkahimu (di saat rumah tanggamu lagi renggang), dan semoga Dia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.

Alasannya: Karena preposisi “Laam” dan “Alaa” disandingkan dalam doa ini, berarti keduanya memiliki arti yang berbeda, dan sesuai kaidah bahasa arab, biasanya preposisi “Laam” itu dipakai untuk menunjukkan makna yang baik, sedangkan preposisi “Alaa” digunakan untuk menunjukkan makna yang buruk. Dan keadaan baik ketika berkeluarga adalah ketika terwujud suasana yang harmonis antara keduanya, sedang keadaan yang buruk dalam berkeluarga adalah ketika hubungan keduanya sedang renggang dan banyak masalah. Dari sinilah muncul makna ketiga ini.

Untuk terjemahan keempat, yang berbunyi:

“Semoga Alloh memberkahi (istrimu) untukmu, semoga Alloh menurunkan berkah atasmu (dalam menafkahi dan memudahkan rizkinya), dan semoga Alloh mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.

Kita bisa merujuknya ke kitab Faidhul Qodir, karya Al-Munawi (1/406). Terjemahan ini juga didasari perbedaan preposisi “Laam” dan “Alaa”, tapi dari sudut pandang lain. Dasar pemaknaan ini -wallohu a’lam-, karena makna “Alaa” itu identik untuk menerangkan sesuatu yang datang dari atas, maka ditentukanlah makna rizki dan nafkah dalam doa itu. Alloh berfirman: “Dan di langit itu, terdapat rizki dan apa yang dijanjikan untuk kalian” (Surat Adz-Dzariyat: 22).

Dan karena preposisi “Alaa” dipakai untuk menerangkan datangnya sesuatu dari atas yang berupa rizki dan nafkah, berarti preposisi “Laa” bermakna sebaliknya, yakni untuk menerangkan sesuatu yang dari sesama manusia, dan karena momen doa ini adalah ketika baru mendapat nikmat istri yang halal, maka ditentukanlah kata istri dalam memaknainya, wallohu a’lam.

Untuk terjemahan kelima, yang berbunyi:

“Semoga Alloh memberkahi dirimu (dalam pernikahan ini), semoga Alloh juga memberikan berkah atas (anak dan keturunan)-mu, dan semoga Alloh mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.

Kita bisa merujuknya ke Kitab Mirqotul Mafatih (8/377) dan Faidhul Qodir (1/176). Ini juga penjabaran makna yang didasari oleh perbedaan penggunaan preposisi “Laam” dan “Alaa”. Penjelasannya: Karena keberkahan dari pernikahan itu bergantung dari masing-masing mempelai, maka dipakailah preposisi “Laam” yang menunjukkan makna kepemilikan.

Sedang alasan ditentukannya preposisi “Alaa” untuk makna “anak dan keturunan” adalah, karena tujuan utama pernikahan itu “berputar” pada anak dan keturunan. Dalam bahasa arabnya dikatakan:

لأنّ مَقْصُوْدَ النّكَاحِ يَدُوْرُ عَلَى الذَّراَرِي والنَّسَل

Lihatlah redaksi yang kami cetak merah, kata “yaduru” (berputar/berkutat) dalam bahasa arab, cocoknya diberi preposisi “Alaa”, dan tidak cocok bila diberi preposisi “Laam”. Dengan demikian, doa ini juga mengingatkan kita pada maksud utama kita menikah, yakni untuk mendapatkan anak dan keturunan. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda:

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ

Nikahilah wanita yang penyayang dan (berpotensi) banyak anak, karena sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat lain! (HR. Abu Dawud: 1754, dan yang lainnya, dishahihkan oleh Albani).

Untuk terjemahan keenam, yang berbunyi:

“Semoga Alloh memberikan berkah pada (hak)-mu (dari pernikahan ini), semoga Alloh juga memberikan berkah atas (kewajiban)-mu (karena pernikahan ini), dan semoga  Alloh mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.

Artian ini juga karena adanya perbedaan preposisi  ”laam” dan “alaa”. Karena biasanya dalam bahasa arab, preposisi “laam” itu digunakan untuk menyebutkan sesuatu yang menjadi hak dan kepunyaannya, sedang preposisi “alaa” digunakan untuk menyebutkan sesuatu yang menjadi kewajiban seseorang. Seperti dalam sabda Nabi -shollallohu alaihi wasallam-:

يا معاذ هل تدري حق الله على عباده، وما حق العباد على الله؟! قلت: الله ورسوله أعلم. قال: فإن حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئا، وحق العباد على الله أن لا يعذب من لا يشرك به شيئا

“Wahai Mu’adz! Tahukah kamu, haknya Alloh atas para hamba-Nya, dan haknya para hamba atas-Nya?!”. “Alloh dan Rosul-Nya lebih tahu hal itu” jawabku. “Haknya Alloh atas para hamba-Nya adalah mereka menyembah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, sedang haknya para hamba atas-Nya adalah Dia tidak akan menyiksa orang yang tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun”.

ِِAsal dari redaksi “حق العباد” adalah “حق للعباد” (artinya: haknya Alloh), sebagaimana dikatakan “بيتي”  asalnya adalah “بيت لي” (artinya: rumahku)… Akan lebih jelas, bila dijabarkan seperti ini:

ذكر في هذا الحديث أربعة حقوق: حقان لله وللعبد, وحقان على الله وعلى العبد

Artinya: “Dalam hadits ini, disebutkan empat hal: 2 hak, (yakni) haknya Alloh dan haknya hamba, dan 2 kewajiban, (yakni) kewajibannya Alloh dan kewajibannya hamba”. Lihatlah bagamana dua preposisi itu mempengaruhi makna. Begitu pula doa di atas, juga bisa diartikan seperti arti ini, wallohu a’lam.

22.6.13

KEISTIMEWAAN RAMADHAN

KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN

Ramadhan, merupakan satu-satunya di antara dua belas bulan Qomariah yang tercatat dalam Al-Qur'an. Ini disebabkan pada bulan Ramadhan ini Allah Swt mewajibkan puasa, turunnya Al-Qur'an dan terjadinya Lailatul Qadar. Sehubungan dengan itu pula, maka kegiatan ibadah puasa dalam bulan Ramadhan dibagi menjadi tiga masa.

  1.  Masa yang penuh dengan rahmat. Dimulai tanggal 1 Ramadhan sampai dengan 10 Ramadhan.
  2. Masa penuh dengan maghfiroh (keampunan). Dimulai tanggal 11 Ramadhan sampai dengan tanggal 20 Ramadhan
  3. Masa pembebasan dari api neraka. Dimulai tanggal 21 Ramadhan sampai dengan tanggal 29 atau 30 Ramadhan.
Ini sesuai dengan keterangan dari Ibnu Khuzaimah dan Sahmah as bahwa Nabi SAW pernah menyampaikan  nasehat kepada para sahabat, pada akhir bulan Sya'ban.

Yang artinya: "... Ramadhan adalah bulan di awalnya menjadi rahmat, pertengahannya penuh ampunan dan akhirnya sebagai pembebasan dari neraka ..."

  1. Keistimewaan yang lain, Ramadhan mempunyai bermacam-macam nama, sesauai dengan tujuan dan makna yang terkandung dalam namanya masing-masing. Di antara nama-nama tersebut ada yang diambil dari keterangan Al Qur'an, hadits, hikmah dan kegiatan yang khusus dikerjakan pada bulan Ramadhan itu seperti:
  2. Syahrullah; bulan Alllah, karena menyatakan bulan tersebut sebagai bulan yang disandarkan pada diri-Nya sendiri. Dalam sebuah hadits dari Abi Hurairah dinyatakan: "Setiap amal baik anak akan Adam dilipatgandakan kebaikannya (pahalanya) sepuluh sampai dengan tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman: "Kecuali pusa. Sebab berpusa untuk-Ku. Dan Akulah yang akan membalasnya langsung." (H.R. Muslim)
  3. Syahrul Qur'an; dimana bulan Ramadhan, pertama kali Al Qur'an diturunkan (lihat. Qur'an Surat. Al Baqoroh ayat 185)
  4. Syahru Siam; dimana bulan ramadhan diwajibkan insan Mukmin berpuasa (lihat Al Qur'an Surat Al Baqoroh ayat 183)
  5. Syahru Tilawah; Karena pada bulan ramadhan dianjurkan supaya giat membaca Al Qur'an sebanyak-banyaknya. Dan pada malam-malam ramadhan inilah Jibril selalu mendatangi Nabi Muhammad SAW untuk bertadarus (mengulangi) bacaan Al Qur'an.Dalam hadits dari Ibnu Abbas ra. dijelaskan bahwa Nabi SAW bersabda: "Jibril menemui beliau setiap malam di bulan Ramadhan, kemudian bertadarrus Al Qur'an. Sungguh manakala Jibril menemui beliau maka beliau menjadi rajin beribadah dibandingkan dengan baiknya angin sepoi-sepoi." (HR. Bukhari dan Muslim).
  6. Syahrur Rahmah: pada bulan Ramadhan, dimana Allah menurunkan rahmat yang bannyak dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain.
  7. Syahru Maghfiroh: pada bulan Ramadhan ini ampunan Allah Swt berlipat ganda kepada insan Mukmin yang giat beribadah pada siang maupun malamnya.
  8. Syahrus Sabar: pada bulan Ramadhan ini insan Mukmin dilatih untuk menahan kesabaran atas bermacam-macam penderitaan yang dihadapi sebagai bekal untuk perjungan dalam hidup di masa-masa yang akan datang.
  9. Syahru Najah: pada bulan Ramadhan ini merupakan bulan kelepasan dari azab neraka, karena orang yang giat beramal, sehingga sudah barang tentu keampunan Allah Swt dianugerahkan kepada merreka, sehingga akan mendapatkan kelepasan azab neraka.
  10. Syahru Muwasah: Pada bulan Ramadhan ini Allah Swt bemberikan pertolongan kepada insan Mukmin, terutama pada waktu perang Badar.
  11. Syahru Falah: pada bulan Ramadhan ini kaum Muslimin mendapatkan mendapatkan kemenangan baik secara umum (perang Badar) maupun seara khusus (pribadi yang puasa).
Dengan memperhatkan sekelumit dari sekian banyak kesitimewaan bulan Ramadhan ini, maka sangat tepat sekali apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya: "Seandainya manusia mengetahui kebaikan-kebaikan dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka berharap agar seluruh tahun menjadi bulan Ramadhan" (HR. Muslim)

Dari hadits di atas sudah menjelaskan betapa agungnya dan istimewanya jika memperbanyak ibadah dalam bulan tersebut, sehingga dikatakan Rasulullah SAW mengatakan seandainya kita mengetahui rahasia bulan ramadhan maka kita ingin agar sepanjang tahun yaitu bulan ramadhan sebab didalam bulan ramadhan terdapat nilai-nilai yang banyak sekali bagi kita selaku hamba Allah yang senantiasa tunduk kepada-Nya. 

LINK

20.6.13

KETENTUAN SHALAT JUMAT DAN KHUTBAH JUMAT

KETENTUAN-KETENTUAN SHALAT JUMAT DAN KHUTBAH JUMAT

Walaupun Postingan x ini kurang bagus tapi semoga bermanfaat bagi para pembaca, saya katakan kurang bagus sebab kurang layak jika dikatakan makalah. Tetapi jika sebatas memperkaya khazanah keilmuan, saya harap sangat bermanfaat bagi antum semua.

A.            SHALAT JUM’AT
Shalat jum’at adalah sholat dua rakaat sesudah khotbah pada waktu dzuhur pada hari jum’at.
Hukumnya adalah fardu ‘ain, artinya wajib atas setiap laki-laki dewasa yang beragama islam, merdeka, dan tetap di dalam negeri. Perempuan kanak, hamba sahaya, dan orang sedang dalam perjalanan tidak wajib untuk shalat jum’at bila tidak bias memungkinkan.
            *Firman Allah :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat pada hari jum’at. Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkan jual beli.”  (Aljumu’ah :9)
*Sabda Rasulullah Saw :

“Shalat jum’at itu  hak yang wajib dikerjakan oleh tiap-tiap orang islam dengan berjamaah, kecuali empat macam orang ; (1) hamba sahaya yang di miliki,  (2)perempuan, (3) anak-anak (4) orang sakit.” ( Riwayat Abu Dau dan Hakim )  

*    Syarat-syarat wajib jum’at   :
1.                  Islam, tidak wajib atas orang non islam .
2.                  Balig, (dewasa), tidak jum;at atas kanak-kanak.
3.                  Berakal, tidak wajib jum’at atas orang gila.
4.                  Laki-laki, tidak wajib jum’at atas perempuan.
5.                  Sehat, tidak wajib jum’at atas orang sakit atau berhalangan.
6.                  Tetap dalam negeri, tidak wajib jum’at atas orang yang sedang dalam perjalanan.
B.            KHOTBAH JUM’AT
v Rukun dan khotbah jum’at  :
         
1.                  Mengucapkan puji-pujian kepada Allah.
2.                  Membaca salawat atas rasulullah.
3.                  Mengucapkan syahadat (bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang sebenarnya melainkan Allah, dan bersaksi bahwa nabi Muhammad adalah utusan-Nya).
Sabda Rasulullah  Saw :
“Tiap-tiap khotbah yang tidak ada syahadatnya adalah sepertitangan yang terpotong.” (Riwayat Ahmad dan Abu Daud)

4.                  Berwasiat (bernasihat) dengan takwa dan mengajarkan apa-apa yang perlu kepada pendengar, sesuai dengan keadaan tempat dan waktu, baik urusan agama maupun urusan agama, seperti ibadat, kesopanan, pergaulan, perekonomian, pertanian, siasat, dan sebagainya, serta bahasa yang dipahami oleh pendengar.
5.                  Membaca ayat al-qur’an  pada salah satu dari kedua khotbah.

Dari jabir bin samurah. Ia berkata. “Rasulullah Saw, khotbah sambil berdiri. Beliau duduk di antara keduanya, lalu beliau membacakan beberapa ayat alqur’an, memperingatkan, dan mempertakuti, manusia.” (Riwayat Muslim)
6.                  Berdoa untuk mukminin dan mukminat pada khutbah yang kedua. Sebagian ulama berpendapat bahwa doa dalam khotbah tidak wajib sebagaimana juga dalam selain kutbah.
v Sunat yang bersangkutan dengan khutbah      :

1.                  Khotbah hendaklah dilakukan datas mimbar atau di tempat yang tinggi. Keterangannya adalah amal Rasulullah Saw. Yang dirwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, mimbar tiga tangga tempatnya di sebelah kanan pengimaman.
2.                  Khotbah itu di ucapkan dengan kalimat fasih, terang, mudah di pahami, sederhana, tidak,terlalu panjang, dan tidak pula terlalu pendek.
3.                  Khatib hendaklah tetap menghadap orang banyak jangan berputar-putar kana yang demikian itu tidak disyariatkan.
4.                  Membaca surat Al-ikhlas sewaktu duduk di antara khubah.
5.                  Menertibkan tiga rukun, yaitu dimlai dengan puji-pujian, kemudian salawat atas Nabi, lalu berwasiat (memberi nasihat), selain itu tidak ada tertib.
6.                  Pendengar hendaklah diam seta memperhatikan kotbah. Banyak ulama mengatakan bahwa haram bercakap-cakap ketika mendengarkan khutbah.

Sabda Rasulullah Saw            :
Dari Abu Hurairah. Bahwasanya Nbi Saw telah berkata, “Apabila engkau katakana diam kepada temanmu pada hari jum’at sewktu imam berkhotbah, maka sesungguhnya engkau telah menghapus pahala shalat jum’atmu.”(Riwayat Bukhari)
7.                  Khatib hendaklah memberi salam.
8.                  Khatib hendaklah duduk diatas mimbar sesudah memberi salam dan sesudah duduk azan dikumandangkan.
Azan jum’at   :
            Menurut pendapat yang mu’tamad, sesungguhnya azan jum’at itu satu kali saja, sewaktu khatib sudah duduk diatas mimbar.

v Sunat yang bersangkutan dengan jum’at :

  1. Di sunatkan mandi pada hari jum’at bagi orang yang akan pergi ke masjid untuk shalat jum’at.
  2. Berhias dengan memakai yang sebaik-baiknya, dan yang lebih baik yang berwarna putih.
  3. Memakai wangi-wangian,
Sabda Rasulullah Saw  :
“barang siapa yang mandi pada hari jum’at, memakai pakaian yang sebaik-baiknya, memakai eangi-wangian kalau ada, kemudian ia pergi mendatangi jum’at, dan disana ia tidak melangkahi duduk manusia, kemudian ia shalat jum’at serta diam ketika imam keluar sampai selesai shalatnya, maka yang demikian itu akan menghapuskan dosanya antara jum’at dan jum’at yang sebelumnya.” (Riwayat Ibnu Hibban dan Hakim)
  1. Memotong kuku, mengunting kumis dan menyisir rambut.

“Rasulullah Saw, memotong kuku dan mengunting kumis pada hari jum’at sebelum beliau pergi shalat.”(Riwayat Baihaqi dan Tabrani)
  1. Segera pergi jum’at dengan berjalan kaki.
  2. Hensdaklah ia membaca Al-qur’an ataui zikir sebelum khotbah.
  3. Pling baik ia membaca surat Al-kahfi

“ barang siapa membaca surat Al-kahfipada hari jum’at , cahaya antara dua jum’at akan menyinarinya.”(Riwayat Hakim dan ia menyahihkan)
  1. Hendaklah memperbanyak doa dan salawat atas Nabi Saw. Pada hari jum’at dan pada malamnya.
v Uzur (halangan) jum’at         :

            Yang dimaksud dengan halangan ialah orang yang tertimpa sala satu dari halangan-halangan yang disebutkan di bawah ini. Dengan demikian ia tidak wajib jum’at.
1.                    Orang sakit
2.                    Karna  hujan, apabila karna hujan itu orang mendapat kesukaran untuk pergi ke tempat jum’at.






Dari ibnu abbas. Ia berkata kepada tuykang azannya (bilal) disaat hari turun hujan,”apabila engkau mengucapkan (dalam azan), ‘saya bersaksi bahwasanya Muhammad utusan Allah,’ sesudah itu janganlah engkau ucapkan,’Marilah sholat,’ tetapi ucaplah olehmu,’salatlah kamu dirumah kamu,’ Kata Ibnu Abbas pula,”Seolah-olah orang banyak membantah yang demikian.” Kemudian katanya pula,”Adakah kamu merasa heran mengenai hal ini ? Sesungguhnya hal ini telah diperbuat oleh orang yang lebih baik dari pada saya, yaitu Nabi Saw. Sesungguhnya jum’at itu wajib, sedangkan saya tidak suka membiarkan kamu keluar berjalan di Lumpur dan tempat yang licin.’’ (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Menurut ulama, hujan itu dikiaskan dengan hujan itu ,”tiap-tiap kesukaran yang menyusakan pergi ketempat jum’at.

DAFTAR PUSTAKA;
H. SULAIMAN RASJID – FIQH ISLAM 

4.6.13

KUMPULAN KARYA TULIS

MAKALAH ILMU ALAMIAH DASAR, DAN SOSIAL DASAR

MAKALAH MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

Peran Kepemimpinan dan Kerjasama Tim
CONTOH MAKALAH FILSAFAT;


MAKALAH PSIKOLOGI BELAJAR
Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net