MELALUI BERQURBAN MENDIDIK KEIKHLASAN,
DAN MENGOBATI PENYAKIT IRI DAN DENGKI
Oleh: Ust. Sonin, M.Pd.I
Oleh: Ust. Sonin, M.Pd.I
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Beberapa hari lagi kita akan dipertemukan dengan Idul Adha; yang
juga bisa disebut yaumun nahar, hari
raya qurban. Lalu hari ini kita
dipertemukan-Nya dengan hari raya pekanan; yaumul Jum'ah, yang juga
disebut sayyidul ayyam.
Maka sudah sepatutnya kita
bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat-nikmat itu. Sungguh, tanpa hidayah dari
Allah, kita takkan berada di jalan lurus ini; jalan keselamatan, jalan
kebahagiaan, jalan kemenangan; dinul Islam. Tanpa rahmat dan nikmat-Nya, kita
tak mungkin mampu beramal ibadah dalam dua hari raya tersebut. Karena itu sudah
sepantasnya kita bersyukur dengan cara memanfaatkan nikmat Allah untuk
mentaati-Nya.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Sejarah
mencatat bahwa bagaimana Allah Swt memerintahkan kepada Putra-putra Nabi Adam As.
untuk berqurban, dimana Qabil
berqurban hasil tani yang paling buruk, dan Habil berqurban dengan domba yang
paling bagus. Dan Allah menerima qurban Habil bukan karena bentuknya bagus,
tapi karena keikhlasannya mengurban yang terbaik kepada Allah. Karena Allah Swt
juga melihat sesuatu ibadah dari tingkat
keikhlasan hambanya. Untuk itu bagi seorang hamba yang ibadahnya ingin diterima
oleh Allah Swt termasuk juga dalam ibadah qurban adalah tingkat keikhlasan seseorang.
Berikutnya contoh qurban yang dilakukan oleh nabi
Ibrahim AS, ketika beliau diperintah Allah menyembelih Ismail putra
satu-satunya pada saat itu. Seperti Allah gambarkan dalam surat 37 ayat 102
yang berbunyi:
Artinya: "Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku
Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah
apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar".
Jelas tanpak pada ayat di atas bahwa bagaimana
sifat dan sikap Nabi Ibrahim As. dan Nabi Ismail As dalam menjalankan perintah
Allah Swt. Jika tidak ada sifat dan sikap ikhlas dalam diri kedua hamba
tersebut tentulah sangat berat untuk menjalankan perintah Allah Swt. Yang mana
diketahui bahwa Nabi Ibrahim AS sampai
usia lanjut belum juga diberikan Allah Swt seorang anak, akan tetapi beliau
tidak pernah berhenti berdo’a meminta anak yang sholeh, do’a ini Allah abadikan
dalam surat 37 ayat 100, yang berbunyi:
“Ya
Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang
saleh.”
Sehingga Allah Swt menganugrahi seorang anak, ketika
anak itu menjelang dewasa Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih
putranya, maka disampaikan hal ini kepada Ismail, lalu Ismailpun menjawab, Ayah
kalau itu perintah Allah lakukan ayah, semoga aku termasuk orang yang sabar. Karena
sifat dan sikap Ikhlas kepada Allah Swt sehingga nabi Ibrahim dan Ismail berhasil
menjalankan perintah Allah Swt.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Pelaksanaan Qurban oleh Nabi Ibrahim As dengan
anak beliau (Nabi Ismail As), bukti ketaatan dan keikhlasan kedua hamba Allah
Swt. Selanjutnya dalam proses pelaksanaan Qurban tersebut Allah Swt mengganti Nabi Ismail As dengan seekor Kibas
(Domba), Sebagaimana terdapat dalam Al Qur’an surat
Ash-Shaffat ayat: 107-108, berbunyi:
“Dan
kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan anak
Ibrahim (pujian yang baik ) dikalangan orang-orang yang datang kemudian“.
Selanjutnya syariat berqurban dengan
menyembelih binatang ternak tersebut menjadi syariat untuk umat Nabi Muhammad
SAW. Meskipun dengan cara menyembelih binatang ternak untuk membuktikan
ketaatan dan keikhlasan terhadap pemberian Allah berupa hewan Qurban, namun
sebagian orang tidak sedikit yang merasa berat untuk memberikan qurbannya yang
Ikhlas karena Allah, sedangkan dari kisah anak Nabi Adam As, Qabil dan Habil
yang berqurban, selanjutnya yang diterima qurban dari Habil, karena dia Ikhlas
karena Allah Swt.
Ibadah qurban selain mendidik keikhlasan juga
mengobati penyakit iri dan dengki. Jika kita lihat kembali dari sejarah, bahwa
awal mulanya Allah Swt, memerintahkan mereka untuk berqurban adalah berawal
dari sifat dan sikap iri dan dengki dari anaknya Qabil, karena calon istri Qabil
bermuka kurang cantik dalam pandangannya, sedangkan calon Istri/ pasangan untuk
saudaranya Habil sangat cantik. Berawal dari itulah sehingga muncullah sifat
dan sikap iri dan dengkinya kepada saudaranya Habil. (Baca: Kisah Qabil dan Habil )
Menghadapi anaknya Qabil yang iri dan dengki
terhadap anak yang bernama Habil (yang didengki), Nabi Adam As, mengalami
kebingungan sehingga Allah Swt memerintahkan keduanya untuk berqurban, bagi
siapa yang qurban di terima oleh Allah Swt maka dia yang mendapatkan atau
berhak memperistri anaknya yang cantik (yang diperebutkan) tersebut.
Pada hakekatnya Allah
Swt melarang kita iri pada orang lain atas karunia baik berupa; rezeki, badan
yang sehat dan kuat, cantik/ tampan, jabatan yang tinggi dan lain sebagainya, yang
mereka dapat itu sesuai dengan usaha mereka dan juga sudah jadi ketentuan Allah
Swt.
“Dan
janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian
kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada
bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada
bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’ 32]
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Lalu
Kapan manusia boleh Iri? Kita hanya boleh iri dalam 2 hal. Yaitu dalam hal
bersedekah dan ilmu. Sebagimana dalam hadits yang artinya: “Tidak ada iri hati
kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang yang diberi Allah harta lalu dia
belanjakan pada jalan yang benar, dan seorang diberi Allah ilmu dan kebijaksaan
lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Karena
itu agar diri kita terhindar dari iri, maka saat diri kita mengagumi milik
orang lain hendaknya mendoakan agar yang bersangkutan dilimpahi berkah oleh
Allah Swt. Sebagaimana dalam Hadits yang artinya: “Apabila seorang melihat
dirinya, harta miliknya atau saudaranya sesuatu yang menarik hatinya (dikaguminya)
maka hendaklah dia mendoakannya dengan limpahan barokah. Sesungguhnya pengaruh
iri adalah benar.” (HR. Abu Ya’la)
Kemudian
pengaruh dengki lebih parah dari iri. Orang yang dengki ini merasa susah jika
melihat orang lain senang. Dan merasa senang jika orang lain susah. Tak jarang
dia berusaha mencelakakan orang yang dia dengki baik dengan lisan, tulisan,
atau pun perbuatan. Oleh karena itu Allah menyuruh kita berlindung dari
kejahatan orang yang dengki, sebagaimana Allah Berfirman:
Artinya: 1) Katakanlah: "Aku
berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, 2). Dari kejahatan makhluk-Nya,
3). Dan dari kejahatan malam apabila Telah gelap gulita, 4). Dan dari kejahatan
wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, 5). Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki."
Kedengkian
juga bisa menghancurkan pahala-pahala kita. Rasullah Saw. Bersabda: “Waspadalah terhadap hasud (iri dan dengki),
sesungguhnya hasud mengikis pahala-pahala sebagaimana api memakan kayu.” (HR.
Abu Dawud)
Karena itu mari kita didik hati kita dengan cara
Ikhlas terhadap ketentuan Allah Swt., bersihkan hati, bersihkan jiwa dari
penyakit iri dan dengki, mari kita berpikir positif atas segala yang
ditakdirkan-Nya kepada diri kita masing-masing. Sebab orientasi akhir dari
kehidupan bukanlah dunia akan tetapi orientasi akhirnya adalah akherat yang
kekal dan abadi. Janganlah kita jual agama kita dengan dunia, agar kita selamat
di dunia dan akherat. Amiin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْاَنِ
عَظِيْمِ. وَنَفَعْنِيْ وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلَايَةِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ
وَمَنْكُمْ تَلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ
الْعَلِيْم. اَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُاللَه الْعَظِيْمِ لِيْ
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتُ وَالمُؤْمِنِيْنَ
وَالمُؤْمِنَاتُ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُرُ الرَّحِيْمِ
Tidak ada komentar :
Posting Komentar