RAMADHAN MENDIDIK KEIKLASAN
اَلْحَمْدُ
ِللهِ الَّذِى أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ اْلإِيْـمَانِ وَاْلإِسْلاَمِ,
وكُتِبَ عَلَيْنَا الصِّيَام اَلَّذِى هُوَ رُكْنٌ مِنْ أَرْكَانِ اْلاِسْلاَمِ,
أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً
أَدَّخِرُهَا لِيَوْمِ الزِّحَامِ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى دَارِ السَّلاَم.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وعَلَى آلِه
وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ وَمَصَابِيْحِ الظُّلاَمِ. أمَّا بعْدُ
Saudara-saudara yang
InsyaAllah dirahmatiNya
Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya mengajak kepada
diri saya pribadi dan juga saudara-saudara sekalian pada umumnya, untuk
senantiasa meningkatkan taqwa kepada Alloh, dengan sebenar-benarnya takwa yaitu
ikhlas menjalankan apa yang telah diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang
telah dilarang. Kemudian marilah kita senantiasa mengungkapkan rasa syukur
kepada Allah SWT. Allah telah melimpahkan kepada kita sedemikian banyak ni’mat.
Jauh lebih banyak nikmat yang telah kita terima dibandingkan kesadaran dan
kesanggupan kita untuk bersyukur. Sebagaimana telah Allah firmankan dalam QS
Ibrahim: 34:
"Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat
Allah, niscaya kalian tak dapat menentukan jumlahnya."
Kemudian saya mengajak saudara-saudara untuk
senantiasa memanjatkan sholawat dan salam-sejahtera kepada teladan kita bersama
Nabiyullah Muhammad Sallalahu ‘alaihi wa sallam.
Saudara-saudara yang
InsyaAllah dirahmatiNya
Salah satu pelajaran penting yang bisa kita ambil
dari bulan Ramadhan, di dalamnya ditempa untuk senantiasa ikhlas dalam beramal.
Yang dimaksud ikhlas adalah memurnikan ibadah hanya untuk Allah semata. Ikhlas menurut Ibnul
Qayyim ra. menyebutkan bahwa ikhlas,
diantaranya diartikan sebagai berikut;
( الإخلاص
ألا تطلب على عملك شاهداً غير الله ، ولا مجازياً سواه )
Artinya: “Ikhlas adalah kamu tidak menuntut
seorang yang menyaksikan atas amalanmu selain Allah dan tidak mencari yang
memberikan ganjaran atas amalanmu selain-Nya.” baca kitab Madarij As Salikin.
Kemudian ada yang mengartikannya dengan:
إفراد الله بالقصد في الطاعة.
“Menjadikan Allah satu-satunya yang dituju
dalam ketaatan.”
استواء أعمال العبد في الظاهر
والباطن.
“Sejajarnya amalan seorang hamba, baik secara
tampak (terang-terangan) atau yang batin (tersembunyi).”
Lantas
bagaimana cara kita belajar ikhlas?
Coba perhatikan hadits berikut;
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى
الله عنه - قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « كُلُّ عَمَلِ
ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ
ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا
أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى ». متفق عليه
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap amalan anak Adam dilipatkan,
satu kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh lipat sampai tujuhratus kali lipat,
Allah Azza wa Jalla berfirman: “Kecuali puasa, karena sesuangguhnya ia adalah
milik-Ku dan Aku Yang akan mengganjarnya, (karena) ia telah meninggalkan
syahwat dan makanannya karena Aku (kata Allah Swt).” (HR. Muntapakun Alaih)
[
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah:
أن الصوم لا يقع فيه الرياء كما يقع في غيره
حكاه المازري ونقله عياض عن أبي عبيد
Artinya: “Bahwa puasa tidak terjadi di
dalamnya riya’ sebagaimana terjadi pada selainnya, diceritakan oleh al Maziry
dan dinukilkan oleh ‘yadh dari Abu ‘Ubaid.
قال القرطبي : لما كانت الأعمال يدخلها الرياء ،
والصوم لا يطلع عليه بمجرد فعله إلا الله فأضافه الله إلى نفسه ولهذا قال في
الحديث : (يدع شهوته من أجلي) .
Artinya: “Berkata Al Qurthuby rahimahullah:
“Ketika amalan-amalan (lain) dimasuki oleh riya’, sedangkan puasa tidak dapat
dilihat dengan hanya melakukannya, kecuali Allah, maka Allah gandengkan puasa
itu kepada diri-Nya, oleh sebab inilah Allah berfirman di dalam hadits: “Ia
meninggalkan syahwatnya karena Aku.”
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah
berkata:
قال الحافظ: "قد يفهم من هذا الحصر التنبيه
على الجهة التي بها يستحق الصائم ذلك، وهو الإخلاص الخاص به, ثم قال: "وقد
يدخل الرياء بالقول كمن يصوم ثم يخبر بأنه صائم، فدخول الرياء يكون بالقول، أما
بقية الأعمال فإن الرياء قد يدخلها بمجرد الفعل".
Artinya: “Terkadang dipahami dari pembatasan
ini, adalah peringatan atas sisi yang di dapatkan oleh seorang yang berpuasa,
yaitu ikhlas yang khususnya padanya,”
kemudian beliau berkata: “Dan terkadang
(puasa) masuk (ke dalamnya) riya’ dengan ucapan, seperti seorang yang berpuasa
kemudian ia memberitahukan bahwa ia berpuasa, maka masuknya riya’ dengan
ucapan, adapun sisa dari amalan-amalan lain, maka sesungguhnya riya’ terkadang
masuk ke dalamnya hanya dengan melakukan.” Baca kitab Fath Al Bary, 4:107
Pendapat Syeikh Ibnu Ustaimin ra.:
“Dan
hadits yang agung ini menuinjukkan keutamaan puasa dari beberapa sisi;
Yang pertama: Bahwa Allah mengkhususkan untuk diri-Nya puasa dari antara seluruh amalan, dan demikian itu karena kemuliaannya disisi-Nya dan kecintaan-Nya kepada puasa, dan terlihat ikhlas kepada-Nya Maha Suci Allah di dalamnya, karena ia adalah rahasia antara seorang hamba dengan Rabb-Nya, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, karena seorang yang berpuasa ia berada disebuah temapat yang kosong dari orang-orang, memungkin baginya untuk mengkonsumsi apa yang diharamkan Allah atasnya dengan puasa, lalu ia tidak menkonsumsinya, karena ia mengetahui bahwa ia memiliki seorang Rabb yang mengetahui dalam kesendiriannya, dan Allah telah mengharamkan hal itu atasnya, maka ia meninggalkannya karena Allah karena takut akan siksa-Nya, berharap pahala-Nya, oleh sebab inilah Allah mensyukurinya keikhlasan ini dan mengkhususkan puasanya untuk diri-Nya dibandingkan seluruh amalannya, oleh sebab inilah Allah berfirman: “Ia meninggakan syahwat dan makanannya karena Aku.”
Yang pertama: Bahwa Allah mengkhususkan untuk diri-Nya puasa dari antara seluruh amalan, dan demikian itu karena kemuliaannya disisi-Nya dan kecintaan-Nya kepada puasa, dan terlihat ikhlas kepada-Nya Maha Suci Allah di dalamnya, karena ia adalah rahasia antara seorang hamba dengan Rabb-Nya, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, karena seorang yang berpuasa ia berada disebuah temapat yang kosong dari orang-orang, memungkin baginya untuk mengkonsumsi apa yang diharamkan Allah atasnya dengan puasa, lalu ia tidak menkonsumsinya, karena ia mengetahui bahwa ia memiliki seorang Rabb yang mengetahui dalam kesendiriannya, dan Allah telah mengharamkan hal itu atasnya, maka ia meninggalkannya karena Allah karena takut akan siksa-Nya, berharap pahala-Nya, oleh sebab inilah Allah mensyukurinya keikhlasan ini dan mengkhususkan puasanya untuk diri-Nya dibandingkan seluruh amalannya, oleh sebab inilah Allah berfirman: “Ia meninggakan syahwat dan makanannya karena Aku.”
Saudara-saudara yang
InsyaAllah dirahmatiNya
Dari dalil-dali di atas jelaslah bahwa puasa adalah
suatu ibadah yang bisa membentuk keikhlasan dalam diri kita, sebab puasa merupakan
ibadah yang mendidik jiwa tiap-tiap orang yang mengamalkannya. Akan tetapi
didalam bulan ramadhan juga terdapat amalan-amalan yang bisa mengantarkan kita
kepada sifat riya’. Coba kita lihat bahwa di bulan ramadhan, banyak sekali yang
berlomba-lomba untuk shalat tarawih secara berjemaah dimasjid, berlomba-lomba
untuk bersedekah akan tetapi shalat dan sedekahnya bukan karena Allah Swt, hal
ini coba kita lihat seberapa banyak jemaah sahalat tarawih, seberapa banyak
yang menyumbanngkan hartanya ketika pada akhir-akhir ramadan, seberapa banyak
orang yang mampu menahan hawa nafsunya. Padahal Rosulullah SAW telah
mengabarkan kepada kita dalam haditsnya yang berbunyi:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas
dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan
diampuni.” (HR. Bukhari).
Jadi bagi orang yang benar-benar beriman dan
ikhlas kepada Allah Swt maka ibadahnya seharusnya senantiasa meningkat. Sebab prinsip
orang beriman jika ibadahnya hari ini lebih buruk dari kemarin maka jelaka,
jika hari ibadah hari ini sama dengan hari kemarin artinya rugi dan jika
ibadahnya hari ini lebih baik dari hari kemarin maka beruntung.
Selanjutnya dalam Hadits lain yang berkaitan
dengan amalan shalat malam atau shalat tarawih disebutkan,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman
dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR.
Bukhari),
Dari hadits di atas yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih
sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, bab 6:hal.
36
Sedangkan yang dimaksud ihtisaban dalam hadits di atas berarti beramal karena
mengharap pahala dari Allah. Itulah yang dimaksud ikhlas. Yang diharap bukanlah
pujian manusia. Yang diharap bukanlah semata-mata harapan dunia.
Karena itu kita harus senantiasa berusaha belajar
ikhlas dan berdoa kepada Allah Swt agar puasa kita dan amalan-amalan kita
dibulan puasa ini diterima oleh Allah Swt, Amiin...
Inilah beberapa hal yang dapat saya
sampaikan, kalau ada kata-kata yang salah saya mohon maaf dan kepada Allah saya
mohon ampun.
Akhirul
kalam wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Link Terkait: Kumpulan Ceramah Agama Singkat
Link Terkait: Kumpulan Ceramah Agama Singkat
Tidak ada komentar :
Posting Komentar