ASSALAMU'ALAIKUM WAROHMATULLAHI WABAROKAATUH ...

Daftar Isi My Blog

25.6.14

HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

RINCIAN SEBAB MEMBATALKAN PUASA

Berpuasa secara utuh, adalah puasa yang meliputi dari dua unsur yaitu unsur jasmaniyah dan unsur rohaniyah. Ini diselaraskan dengan kejadian manusia yang terdiri dari unsur tersebut. Tepatlah, kalau Nabi SAW dalam haditsnya, riwayat dari Abu Ubaidah, menegaskan bahwa:
“Bukanlah puasa itu (sekedar menahan) dari makan dan minum saja (tapi) sesungguhnya puasa itu (menahan) diri dari perkataan yang sia-sia dan cacimaki.” (HR. At-Thabarani)
Berdasarkan hadits ini maka penulis mengambil kesimpulan bahwa yang dapat membatalkan puasa itu ada dua unsur, yakni unsur jasmani (lahiriyah) dan unsur rohani (batiniyah).
Di samping itu, dasar pembagian ini pada garis besarnya diambil dari pengertian hadits Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda:
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan keji dan melakukan kejahatan, maka tidak ada hajat (tidak menerima) Allah akan puasanya, sekalipun ia telah meninggalkan makan dan minum.” ((HR. Bukhari).

1.      Perbuatan-perbuatan yang membatalkan puasa secara lahiriyah (langsung).
Maksudnya, dengan perbuatan itu, maka batal (rusak) puasa seseorang, baik yang menyangkut puasa itu sendiri, maupun nilai pahalanya. Ini secara rinci meliputi:
a.       Berniat berbuka puasa
b.      Makan dan minum dengan sengaja
c.       Wanita haid, nifas dan wiladah (malahirkan)
d.      Keluar sperma (mani) di siang hari.
e.       Mengadakan hubungan seksual (jima’) di siang hari.
f.       Muntah dengan sengaja
g.      Memasukkan sesuatu benda (dengan sengaja) ke dalam salah satu rongga badan, seperti mulut, lobang hidung, lobang kuping, dubur dan kubul.
2.      Perbuatan-perbuatan membatalkan (merusak) puasa secara batiniyah (tidak langsung)
a.       Menurut para ulama Jumhur, orang yang berpuasa tapi masih berbuat maksiat, dosa dan lain sebagainya, maka puasanya sah, tapi nilai pahala puasaya rusak. Ketentuan ini meninjau dari segi lahiriah saja yang membatalkan puasa secara total, tetapi dari segi perbuatan batiniyah tidak mempengaruhi keabsahan puasa.
b.      Menurut para ulama salaf, orang yang melakukan maksiat, dosa dan lain sebagainya, maka puasanya dianggap batal, walaupun dia tidak makan, minum, campur dengan istri di siang hari dan lain sebagainya. Alasan mereka; apabila pahalanya ditolak tidak diterima oleh Allah Swt, berarti amalannya tidak sah. Maka puasanya dianggap tidak batal dan wajib membayar di lain waktu. Tapi dengan catatan, apabila perbuatan keji itu dilakukan secara sengaja.

Karena nilai pusa itu tidak hanya sekedar menahan pisik saja, tetapi ketahan untuk mengendalikan hawa nafsu peru diperhitunngan juga. Sehingga dengan demikian, nilai puasa tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga macam:
a.       Puasa ‘awwam (Umum). Dalam pelaksanaannya, mereka yang berpuasa hanya sekedar mampu menahan makan. Minum, dan campur dengan istrinya pada siang hari. Titik beratnyna mereka berusaha memelihara kesempurnaan lahiriayahnya saja, sedangkan batiniyahnya, tidak mereka perhitungkan Oleh karena itu pada umunya puasa seperti ini bisa dikerjakan oleh siapa saja.
b.      Puasa Khauwas (khusus). Dalam pelaksanaannya, mereka yang berpuasa tidak sekedar mampu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa secara lahiriyah, tapi mereka telah mampu memelihara panca indera dari perbuatan maksiat, dengan cara:
1)      Menjaga pandangan dari mata dari segala yang haram maupun makruh.
2)      Memelihara ucapan lidah dari kata-kata yang kotor, dusta, bohong, gosip dan lain sebagainya.
3)      Memelihara kuping dari mendengar ucapan bohong, kotor, porno, dan seterusnya.
4)      Waktu berbuka, makan dan minum yang wajar, tidak terlalu berlebih-lebihan.
5)      Berusaha mengendalikan seuruh anggota tubuh dari perbuatan-perbuatan dosa.
c.       Puasa khauwasul khauwas (khusulil khusus). Dalam pelaksanaanya, daya kemampuan puasa mereka lebih tinggi  dari nilai yang diperoleh pada peringkat pertama dan kedua, yaitu mereka lebih mampu memeihara hatinya untuk memeikirkan hal-hal yang berhubungan dengan urusan dunia selama mereka berpuasa. Pikiran dan hati mereka tidak pernah lupa untuk berzikir kepada Allah Swt diman saja mereka berada.

Oleh karena itu, peringkat puasa yang ketiga ini hanya mampu dikerjakan oleh mereka yang mempunyai nilai iman yang sangat tinggi mutunya (istimewa), karena mampu menahan nafsu perut dan syahwat, berhasi mengendalikan seluruh panca indera dari perbuatan maksiat dan akhirnya mereka mampu pula memusatkan konsentrasi mereka secara utuh untuk zikrullah.
Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net